SELAMAT DATANG DI JENDELA CAKRAWALA ILMU, MEMBUKA WAWASAN BERFIKIR TANPA MELUPAKAN SIAPA YANG MENCIPTAKAN KITAwaspbook



Jumat, 23 Oktober 2009

PERHATIAN PARA 'ULAMA TERHADAP KETURUNAN RASULULLAH SAW

Dalam berbagai kitab umat Islam yang berkaitan dengan
ilmu fiqih dan ilmu hadits, diantaranya ditulis
hukum-hukum yang berkenaan dengan ahlu bait atau
keluarga nabi saw, baik yang berkaitan dengan masalah
zakat, pernikahan, wasiat dan lain sebagainya. Begitu
pula dalam buku sejarah Islam, banyak ditulis mengenai
prikehidupan ahlu bait, bahkan ulama-ulama yang
menulis buku tersebut berpesan dan memerintahkan
kepada kaum muslimin untuk menjaga kehormatan keluarga
Nabi saw dengan mencatat keturunan ahlu bait,
sebagaimana hal itu telah terjadi di zaman Rasulullah
saw dan para sahabatnya dengan menerima
keterangan-keterangan tentang keturunan bangsa Arab
dari para ahli nasab saat itu. Dalam kitab Irtiqau
al-Ghuruf Fi Mahabbah al-Qurba Dzawi al-Syaraf, Imam
Hafidz Syamsuddin al-Sakhawi berkata :

'Bahwa ilmu nasab adalah suatu pengetahuan khusus
dalam ilmu-ilmu atsar (hadits-hadits dan lainnya).
Kemudian ia berkata : Dan yang lebih khusus lagi, ilmu
itu mengandung pengetahuan tentang keturunan nabi
Muhammad saw dan siapa saja yang tersangkut atau
terikat nasabnya kepada beliau saw. Dengan pengetahuan
itu dapatlah dibedakan antara keturunan Abdi Manaf dan
keturunan Hasyim, keturunan Abdi Syam dan keturunan
Naufal, Quraisy dan Kinanah, Aus dan Kharzraj, antara
Arab dan yang bukan Arab (Ajam), antara yang berasal
dari budak dan yang bukan budak'.

Selanjutnya Imam Hafidz Syamsuddin al-Sakhawi berkata
:

'Dan daripada manfaatnya dalam urusan agama (syara')
ialah untuk mengetahui para khalifah dan urusan
kafa'ah, jangan sampai kejadian perkawinan antara
siapa-siapa yang diharamkan kawin yang satu dengan
yang lainnya disebabkan adanya hubungan keturunan dan
keluarga yang dekat, dan lebih jauh untuk mengurus
siapa saja yang wajib diberi nafqah, dan berhak
menerima warisan, …'

Imam al-Mawardi al-Syafii dalam kitabnya al-Ahkam
al-Sulthoniyah berkata :

'Bahwa wajib atas seorang yang dipilih dan diangkat
untuk mengurus keturunan dari golongan-golongan yang
mempunyai turunan, yaitu menjaga keturunan mereka
jangan sampai orang lain masuk di dalamnya, atau ada
yang keluar dari keturunan itu, serta membedakan
famili-famili dan keturunannya supaya jangan sampai
timbul kekeliruan antara anak-anak dari satu bapak dan
satu ibu'.

Jamaluddin Muhammad bin Abubakar al-Asykhor dalam
kitabnya yang berisi fatwa-fatwa pada fasal pembagian
harta pusaka (faraidh), mengatakan :

'Dan manakala diterangkan tentang nasab seseorang oleh
seorang imam yang terpandang dan seorang alim yang
tinggi pengetahuannya dalam ilmu nasab atau terdapat
dalam karangan yang pengarangnya sangat perhatian
terhadap karangan tersebut, untuk menjaga
keturunannya, serta terkenal ia mempunyai pengetahuan
yang cukup dalam ilmu nasab, berpegang kuat kepada
agamanya dan selalu menjauhkan dirinya dari dari
perbuatan yang melanggar agama dan menjaga dirinya
dari bicara yang sia-sia, tidak ada satupun masyarakat
yang ragu kepada dia, maka keterangannya itu dapat
dijadikan alasan bagi hakim untuk hal itu'.

Syekh al-Qassar berkata :

'Patutlah bagi setiap keluarga Nabi Muhammad saw,
bahkan bagi sekalian kaum muslimin agar berkasih
sayang dan menjaga keturunan yang mulia itu dengan
mencatat keluarga dan keturunannya dengan teliti, agar
tidak seorangpun bisa mengaku dirinya termasuk
keturunan Rasulullah saw melainkan dengan alasan yang
kuat, yaitu menurut apa–apa yang telah dilakukan oleh
umat Islam yang lebih dulu, karena hal itu merupakan
kehormatan dan kebesaran baginya'.

Syekh Ibnu Hajar al-Haitsami berkata, 'Dan wajib bagi
setiap orang bersikap kasih sayang kepada keturunan
Nabi saw yang mulia ini dengan mencatatnya secara
benar, agar tidak ada seorangpun yang mengaku bahwa
dirinya termasuk keturunan nabi Muhammad saw dengan
tanpa alasan'.

Berkata syekh Muhammad bin Ahmad Nabis dalam kitab
salinan (syarah) Hamaziyah, yang dikutip dari Qadhi
al-Asjhar Bardalah, sebagai berikut :

'Bahwa sebenarnya tatkala umat Islam diperintah dengan
hukum-hukum yang berkenaan dengan keluarga nabi
Muhammad saw tentang urusan zakat dan sholawat
kepadanya, dan haknya seperlima dari satu perlima
(khumus) dan lain sebagainya, maka ditentukanlah untuk
membedakan pelaksanaan hukum-hukum ini untuk keluarga
nabi Muhammad saw dari yang lainnya. Untuk
membedakannya agar dilakukan pemeriksaan yang luas dan
penyelidikan yang mendalam, maka untuk keperluan itu
diadakanlah Naqib (kepala dari bangsa sayid untuk
melakukan urusan yang berkenaan dengan keluarga nabi
Muhammad saw) baik di waktu dulu maupun diwaktu
sekarang di semua kerajaan Islam.

Tidak ada komentar: